Critical Legal Studies merupakan sebuah gerakan yang muncul pada tahun tujuh puluhan di Amerika Serikat. Gerakan ini merupakan kelanjutan dari aliran hukum realisme Amerika yang menginginkan suatu pendekatan yang berbeda dalam memahami hukum, tidak hanya seperti pemahaman selama ini yang bersifat Socratis. Beberapa nama yang menjadi penggerak GSHK adalah Roberto Unger, Duncan Kennedy, Karl Klare, Peter Gabel, Mark Tushnet, Kelman, David trubeck, Horowitz, dan yang lainnya. Critical Legal Studies oleh Ifdhal Kasim diterjemahkan dengan istilah bahasa Indonesia Gerakan Studi Hukum Kritis (GSHK). Istilah yang akan digunakan dalam tulisan ini selanjutnya adalah Gerakan Studi Hukum Kritis disingkat GSHK.
Perbedaan utama antara GSHK dengan pemikiran hukum lain yang tradisional adalah bahwa GSHK menolak pemisahan antara rasionalitas hukum dan perdebatan politik. Tidak ada pembedaan model logika hukum; hukum adalah politik denga baju yang berbeda. Hukum hanya ada dalam suatu ideologi. GSHK menempatkan fungsi pengadilan dalam memahami hukum sebagai perhatian utama.
Walaupun menolak dikatakan sebagai tipe pemikiran Marxis yang membedakan antara suprastruktur dan infrastruktur serta hukum sebagai alat dominasi kaum kapitalis, GSHK mendeklarasikan peran untuk membongkar struktur sosial yang hierarkhis. Struktur sosial merupakan wujud ketidakadilan, dominasi, dan penindasan. Tugas kalangan hukum adalah membawa perubahan cara berpikir hukum dan perubahan masyarakat. Pemikiran ini terinspirasi pemikiran filsafat kritis dari Jurgen Habermas, Emile Durkheim, Karl Mannheim, Herbert Marcuse, Antonio Gramsci, dan lain-lain. Jurgen Habermas, Karl Mannheim, Herbert Marcuse, dan Antonio Gramsci adalah tokoh-tokoh utama mahzab kritis. Filasafat kritis adalah salah satu aliran filasat yang berkembang dengan menggunakan pendekatan kritis terhadap realitas sosial. Aliran ini diilhami oleh pemikiran Hegel dan Karl Marx. Aliran ini berkembang mulai dari Mahzab Frankfurt sampai dengan Post Modernisme.
Pendukung GSHK memahami dan menggunakan pemikiran hukum dan teori-teori sosial secara lebih intensif dibanding kaum realis. Mereka telah banyak menghancurkan segala hal yang berlaku dalam hukum. Namun banyak juga yang mengkritik bahwa hanya sedikit dari pemikir GSHK yang menawarkan model yang konstruktif.
Tulisan ini bertujuan untuk mengenal secara singkat pemikiran-pemikiran dalam GSHK dari berbagai ahli hukum, kelebihan dan kekurangannya, serta konteksnya dengan perkembangan hukum di Indonesia. Sebagai pijakan awal pada bagian pertama, akan diuraikan pemikiran GSHK yang dijelaskan dalam buku Modern Jurisprudence tulisan Hari Chand, disertai dengan beberapa kritikan yang ada dalam buku tersebut. Dikatakan sebagai pijakan awal, karena pada bagian ini juga akan diberikan beberapa penambahan baik secara langsung maupun dalam catatan kaki hal-hal yang terkait dengan pembahasan GSHK dari sumber lain.
Pada bagian kedua akan diuraikan beberapa pemikiran lain dari GSHK yang tidak dibahas dalam buku Modern Jurisprudence. Bagian ketiga, setelah mengetahui pemikiran GSHK, merupakan analisis terhadap keseluruhan Pemikiran GSHK dengan tujuan untuk menemukan kekuatan dan kelemahan dari GSHK, baik pada tataran teoritis maupun dalam pelaksanaannya.
Bagian tersebut akan dirangkaikan dengan penerapan pemikiran GSHK untuk menganalisis hukum di Indonesia. Bagian akhir adalah penutup dari seluruh tulisan ini yang lebih merupakan catatan akhir bagaimana menyikapi GSHK dari pada sebuah kesimpulan sebagaimana lazimnya sebuah tulisan.
Kritik terhadap Teori Hukum Alirah Hukum kritis merupakan kritik dari teori hukum yang menuntut bahwa pendekatan doktrinal itu cacat, dengan prinsip-prinsip abstrak seperti kemerdekaan, kebebasan berkontrak dan hak milik dapat menimbulkan kontradiksi dalam berbagai hal. Mereka menggunakan teknik-teknik sosiologis, antropologis, dan ideologis dalam tatanan hukum. Mereka mencoba melukiskan penekanan antara ide normatif dan struktur sosial. GSHK menunjukan bagaimana hukum memberikan konstribusi terhadap stabilitas dan mengabadikan tatanan sosial yang ada. Duncan Kenedy dalam The Structure of Blackstone’s Commentaries merupakan salah satu contoh bagus dari metode ini yang menggambarkan analisis mendalam tentang bagaimana komentar-komentar tersebut melegitimasikan praktek-praktek sosial yang telah ada di Inggris waktu itu. Dengan jalan ini Kennedy dapat menunjukan bahwa keseluruhan pemikiran hukum modern memberikan sumbangan terhadap stabilitas suatu tatanan sosial.
Sedangkan Unger melihat mainstream aliran hukum dan ekonomi sebagai salah satu aliran utama yang melayani hak politik, aliran hak dan prinsip yang melayani sentralisme. Instrumen utama aliran hukum dan ekonomi adalah penggunaan yang samar-samar atas konsepsi pasar.
CLS adalah salah satu critical jurisprudence atau ilmu hukum, dibawahnya ada critical feminism jurisprudence, critical race jurisprudence dan lain-lain saya tidak akan menjelaskan apa mazhab CLS, apa yang menjadi motion CLS ini. Tapi sebelum itu saya jelaskan konteks lahirnya memberikan semangat progressive. pada awal 60-an banyak terjadi masalah politik ada krisis Vietnam, perang Kuba, ras, dan sebagainya, dunia dalam keadaan perang dingin, sementara itu ilmu hukum tidak dapat memberikan informasi atau analisis terhadap perkembangan yang ada di luar sekolah, realitas yang terjadi disana di Vietnam dan Kuba, masalah tingkat pengangguran, kemiskinan, dskriminasi dsb, itu sulit dipahami oleh ilmu hukum atau jurisprudence. karena di sana dipelajari tentang konsep, metode, penalaran yang tertutup pada realitas sosial. dalam situasi itu ada banyak social movement muncul misalnya bantuan hukum, perlindungan konsumen, gerakan perempuan dan lain-lain, dan akademisi. dari kalangan social movement inilah lahir CLS, yaitu yang berbasis di lapangan akademik, praktisi hukum yaitu mempersoalkan keterbatasan ilmu hukum yang ada kemudian mereka memperkenalkan pendekatan yang lain.
Tentu saja mereka banyak dipengarahui teori kritis ilmu sosial, pada tahun itu mulai subur di Amerika pengajaran mengenai Marx dan teori kritis yang lain, Hal itulah yang mewarnai mereka dalam melihat fenomena hukum, kalau dulunya mereka melihat dari realisme hukum, itu juga sangat radikal yang mengkritik positivisme, mereka mengambil manfaat realisme itu tapi melampaui apa yang dicapai realsme, pada dasarnya
orang yang berasal dari critical ini sumber pemikiran mereka itu sebenarnya berasal dari american legal realism yang melihat hukum tidak universal tapi terkait dengan apa yang disaksikan dalam masyarakat, atau bagaimana masyarakat memahami itulah hukum, bukan berdasarkan yang dipahami dalam bangku ilmu hukum. bukan silogisme, analog dan sebagainya, tapi yang ada di masyarakat itulah yang diambil oleh CLS dengan melihat lebih jauh lagi, karena itu saya akan masuk orientasi teori CLS.
Pertama, CLS ingin melihat hukum agar hukum dipandang sebagai produk politik, jadi bukan hal yang terpisah dari politik, maka itulah hidden agenda harus dilihat, misalnya penerapan hukum, ajudikasi, bukan hanya menyangkut kemampuan hakim dalam menerapkan hukum berdasarkan logikan silogisme, tetapi hakim juga dipengaruhi oleh struktur politik di mana dia berada. Kita lihat hukum dimasa orde baru, Kedung Omboh, secara obyektif kasus itu ada pengambilan tanah oleh pemerintah, kalau kita baca ilmu hukum dalam bidang pertanahan itu jelas perampasan, kalau kita beragurmentasi secara obyektif berdasarkan logika hukum apa yang dilakukan pemerintah adalah perampasan tanah, tapi jika kita lihat di pengadilan, kita menyaksikan bagaimana hakim menginterpretasikan hukum, dia tidak membaca prinsip hukum yang benar tetapi sudah ditekan oleh struktur politik yang menindas dia, ada policy negara yang harus diselamatkan, maka putusan itu mengalahkan rakyat, jika diuji secara murni rakyat seharusnya menang. Kita harus melihat apa motif suatu produk hukum, putusan hakim dan peraturan perundang-undangan, itu meligitimasi struktur tertentu atau tidak, yang ingin ditanamkan di sini adalah suatu sikap kecurigaan pada produk itu. karena itulah mereka mengatakan bahwa hukum itu tidak netral, tidak bebas nilai, hukum itu senantiasa produk dari pergolakan politik dari kelas-kelas di masyarakat baik yang diuntungkan maupun dirugikan. Kedua, CLS itu mempersoalkan legitimasi, dia ingin menyoal apakah suatu hukum itu legitimate atau tidak?. Dalam positivisme, kita tidak pernah mempertanyakan legitimasi. Misalnya produk TAP MPR, itu diputuskan oleh lembaga yang berkompeten, kita tidak peduli atau tidak mempersoalkan karena memang ia dibuat oleh lembaga yang berkompeten untuk itu. dalam CLS dia mempersoalkan legitmasi badan pembuat UU itu sendiri, di sinilah aspek ideologi dilihat. mereka melihat hukum sebagai suatu ideology yang bisa memelihara sistem. nah itulah yang ingin diungkap oleh CLS,karena itu ada beberapa kasus yang ditunjukkan mereka misalnya peradilan pidana, negara tampil sebagai institusi yg netral, produk persetujuan masyarakat, mereka ada yang mengatur, kekuasaan yang diberikan salah satunya adalah hukum, KUHP itu adalah rumusan tindak pidana, yang merumuskannya adalah masyarakat. misalnya pencurian adalah dihukum, dikriminalisasikan, masyarakat menganggap sesuatu yang dipidana agar bisa menjaga keseimbangan dalam masyarakat, maka ditunjuk negara untuk menerapkan sanksisansinya, menjalankannya.
orang yang berasal dari critical ini sumber pemikiran mereka itu sebenarnya berasal dari american legal realism yang melihat hukum tidak universal tapi terkait dengan apa yang disaksikan dalam masyarakat, atau bagaimana masyarakat memahami itulah hukum, bukan berdasarkan yang dipahami dalam bangku ilmu hukum. bukan silogisme, analog dan sebagainya, tapi yang ada di masyarakat itulah yang diambil oleh CLS dengan melihat lebih jauh lagi, karena itu saya akan masuk orientasi teori CLS.
Pertama, CLS ingin melihat hukum agar hukum dipandang sebagai produk politik, jadi bukan hal yang terpisah dari politik, maka itulah hidden agenda harus dilihat, misalnya penerapan hukum, ajudikasi, bukan hanya menyangkut kemampuan hakim dalam menerapkan hukum berdasarkan logikan silogisme, tetapi hakim juga dipengaruhi oleh struktur politik di mana dia berada. Kita lihat hukum dimasa orde baru, Kedung Omboh, secara obyektif kasus itu ada pengambilan tanah oleh pemerintah, kalau kita baca ilmu hukum dalam bidang pertanahan itu jelas perampasan, kalau kita beragurmentasi secara obyektif berdasarkan logika hukum apa yang dilakukan pemerintah adalah perampasan tanah, tapi jika kita lihat di pengadilan, kita menyaksikan bagaimana hakim menginterpretasikan hukum, dia tidak membaca prinsip hukum yang benar tetapi sudah ditekan oleh struktur politik yang menindas dia, ada policy negara yang harus diselamatkan, maka putusan itu mengalahkan rakyat, jika diuji secara murni rakyat seharusnya menang. Kita harus melihat apa motif suatu produk hukum, putusan hakim dan peraturan perundang-undangan, itu meligitimasi struktur tertentu atau tidak, yang ingin ditanamkan di sini adalah suatu sikap kecurigaan pada produk itu. karena itulah mereka mengatakan bahwa hukum itu tidak netral, tidak bebas nilai, hukum itu senantiasa produk dari pergolakan politik dari kelas-kelas di masyarakat baik yang diuntungkan maupun dirugikan. Kedua, CLS itu mempersoalkan legitimasi, dia ingin menyoal apakah suatu hukum itu legitimate atau tidak?. Dalam positivisme, kita tidak pernah mempertanyakan legitimasi. Misalnya produk TAP MPR, itu diputuskan oleh lembaga yang berkompeten, kita tidak peduli atau tidak mempersoalkan karena memang ia dibuat oleh lembaga yang berkompeten untuk itu. dalam CLS dia mempersoalkan legitmasi badan pembuat UU itu sendiri, di sinilah aspek ideologi dilihat. mereka melihat hukum sebagai suatu ideology yang bisa memelihara sistem. nah itulah yang ingin diungkap oleh CLS,karena itu ada beberapa kasus yang ditunjukkan mereka misalnya peradilan pidana, negara tampil sebagai institusi yg netral, produk persetujuan masyarakat, mereka ada yang mengatur, kekuasaan yang diberikan salah satunya adalah hukum, KUHP itu adalah rumusan tindak pidana, yang merumuskannya adalah masyarakat. misalnya pencurian adalah dihukum, dikriminalisasikan, masyarakat menganggap sesuatu yang dipidana agar bisa menjaga keseimbangan dalam masyarakat, maka ditunjuk negara untuk menerapkan sanksisansinya, menjalankannya.
Seringkali dalam analisis sosial yang liberal, negara adalah sarana untuk bersaing dan untuk merebut kemenangan dengan meminjam tangan negara, negara tidak mempunyai kepentingan, yang punya kepentingan adalah masyarakat, padahal negara juga mempunyai kepentingan, dalam arti negara dalam perkembangannya adalah suatu kelas yang punya kepentingan yang macam-macam, maka ia bisa mendefinisikan apa itu yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat. negara untuk mempertahankan dirinya dari kontrol masyarakat dia kemudian membuat peraturan-peraturan yang kalau masyarakat melakukannya bisa dihukum, misalnya TAP MPR memberikan kewenangan kepada Soeharto untuk menjaga stabilitas pembangunan, itu berarti memberikan kekuasaan yang sangat besar dan legitimate. Itulah yang dibongkar, konstruksi itulah yang dipersoalkan oleh CLS dalam konteks legitimasi. Yang dipersoalkan adalah bagaimana konstruksi itu terjadi sehingga dapat membongkar motifnya apa; yang memberikan proteksi pada diri sendiri bukan pada masyarakat. Ketiga, CLS menampilkan kontradiksi hukum liberal atau hukum positivisme, mereka menunjukkan beberapa doktrin, prinsip, adagium yang sering kita dengar itu adalah suatu kontradiktif yang bohong besar, misalnya doktrin semua orang sama di depan hukum; the rule of law, kebebasan berkontrak, dll. mereka menunjukkan ada konstradiksi dalam doktrin-doktrin atau adagium tadi. Kalau kita mengandaikan seperti itu, maka perlakuan kita pada orang badui atau yang lain itu adalah sama, padahal ada konteks yang berbeda, padahal liberal. misal: di Amerika yang liberal tetapi ada perlakuan diskrimatif pada negro, spanich dan lain-lain.
CLS mengharapkan hukum lebih responsive dalam masyarakat, jadi ada aspek emansipasinya. misalnya kebebeasan berkontrak, itu ada suatu kondisi dimana masing-masing pihak itu equal, tetapi kalau kepentingan itu berbeda, maka itu tidak bisa diterapkan, ada kondisi orang harus menerima apa yang dtawarkan oleh lawannya. makanya tidak ada kebebasan berkontrak. Tiga hal itulah yang dijadikan standar untuk melihat kajian CLS, yang lebih penting adalah kita melihatnya: dia lebih maju dari pada realism jurisprudence, karena ia masuk mempersoalkan itensi masyarakat dalam aplikasi hukum dalam berbagai bentuk, hidden agenda yang ingin ditelusuri. apa motifnya, latar belakangnya, hidden agenda, struktur apa yang dipertahankan.
1 komentar:
Casino, hotel rooms, and amenities at Harrah's Resort Southern
Harrah's 천안 출장샵 Resort 광양 출장샵 Southern 하남 출장샵 California announced 하남 출장마사지 today the opening of its all new, luxurious 충주 출장안마 hotel rooms and suites at Harrah's Resort Southern
Posting Komentar