Halaman

Kelompok Penyusun Filsafat Hukum

1. Chris Aryadi (2007200063)
2. Randy Raynaldo (2007200065)
3. Michael linggacahya ( 2007200124 )
4. William Sanjaya (2007200007)
5. Jefta Prawira (2007200202)
6. Disa (2008200164)

Jumat, 26 November 2010

1.      Topik
Ø  Realisme Hukum
2.      Tanggal perkuliahan
Ø  13 November 2010
3.      Rangkuman
Akar realisme hukum adalah Empirisme, khususnya pengalaman-pengalaman yang dapat ditimba dari pengadilan. Hukum menurut ajaran ini adalah hasil dari kekuatan-kekuatan social dan alat control social. Ciri ajaran ini adalah:
a.       Merupakan gerakan dari pemikiran dan kerja tentang hokum.
b.      Merupakan konsepsi hukum yang harus berubah dan alat untuk tujuan-tujuan social, sehingga tiap bagian harus diuji tujuan dan akibatnya.
c.       Memisahkan antara hukum yang ada dengan yang seharusnya ada.
d.      Mendefinisikan peraturan sebagai ramalan umum tentang apa yang dilakukan pengadilan.
e.       Menekankan evolusi tiap bagian hukum dengan mengingatkan akibatnya.

A. Realisme Amerika
Dugaan tentang apa yanga akan diputus pengadilan merupakan hukum, hal ini adalah gambaran tepat mengenai realis amerika yang pragmatis. Pandangan Pragmatis menganggap hukum bekerja mengikuti peristiwa-peristiwa konkrit yang muncul. Tokoh utama aliran ini antara lain; Charles Sanders Pieree, John Chifman, Gray, Oliver Wendel, Holmes J.R., William James, John Dewey, B.N.Gardozo dan Jerome Frank.
1.      Charles Sanders Pierce (1839-1914)
Pierce berpendapat bahwa pengetahuan yang benar tidak akan didapat dari teori, melainkan dari praktek hidup yang diterangkan secara analitis. Praktik hidup disini adalah Empiris dan Eksprimetal.
2.      John Chipman Gray (1839-1919)
Sebagai cirri realisme Amerika, Gray menempatkan hakim sebagai pusat perhatiannya. Menurut Gray disamping logika, kepribadian, prasangka dan factor lain yang tidak logis memiliki pengaruh dalam pembentukan hukum.
3.      Oliver Wendell Holmes .J.R. (1841-1953).
Holmes berteori bahwa perkiraan tentang apa yang akan diputus oleh pengadilan adalah yang dimaksud dengajn hukum.
4.      William James (1842-1910)
James berpendapat menolak abstraksi dan hal-hal yang tidak memadai, penyelesaian secara verbal, alaan priori yang tidak baik, prinsip yang ditentukan, system yang tertutup dan hal-hal yang dianggap mutlak dan asli.



5.      John Dewey (1859-1952)
Inti ajaran Dewey adalah Bahwa Logika bukan berasal dari kepastian-kepastian, prinsip-prinsip teoritis seperti silogisme, tapi suatu study tentang kemungkinan-kemungkianan.
6.      Benyamin Nathan Cardozo (1870-1538)
Benyamin beranggapan bahwa hukum mengikuti perangkat aturan umum dan yakin bahwa penganutan terhadap preseden seharusnya merupakan aturannya dan bukan merupakan pengecualian dalam pelaksanaan peradilan.
7.      Jerome Frank (1889-1957)
Menurut Frank hukum tidak dapat disamakan dengan suatu aturan yang tetap, seakan-akan merupakan prinsip logika. hukum berdiri dari putusan peradilan yang bergantung pada bnyak factor.

B. Realisme Skandinavia
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain; Axel Hagerstrom, Olivecrona, Alf Ross, H.L.A.Hart, Julius Stone dan John Rawl.
1.      Axel Hagerstrom (1868-1939)
Axel berpendapat bahwa hukum seharusnya diselidiki dengan bertitik tolak pada data empiris yang dapat ditemukan dalam perasaan psikologis yakni rasa wajib, kuasa, takut
akan reaksi lingkungan dan sebagainya.
2.      Karl Olivecrona (1897-1980)
Ia menyamakan hukum dengan perintah yang bebas, menurutnya keliru mengngagp hukum sebagai perintah manusia. Ia juga menolak mengindentikkan perintah hukum dengan Negara karena hal tersebut tidak realistis.
3.      Alf Ross (1899-1979)
Menurutnya hukum adalah realistas social. Ia membentuk Teori hukum yang empiris belaka dan dapat dipertanggung jawabkan keharusan normative sebagai unsure mutlak dari gejala hukum.
4.      H.L.A. Harl (1907-1992)
Menurutnya hukum dilihat dari aspek eksternal dan internal. Yakni aspek perintah penguasa dan keterikatan terhadap perintah itu secara batiniah.
5.      Julius Stone
Baginya hukum adalah kenyataan sosisal dan harus dibedakan dari moral. Menurut Julius hukum adalah semua aturan, baik yang moral maupun tidak moral.
6.      John Rawl (Lahir 1921)
Rawl meyakini bahwa prinsip-prinsip etika dapat menjadi dasar yang kuat dalam membangun masyarakat yang adil. Teorinya tentang hal tersebut dikenal dengan teori posisi asli.

4.      Refleksi
Paham realisme hukum memandang hukum sebagaimana seorang advokat memandang hukum. Bagi seorang advokat, yang terpenting dalam memandang hukum adalah bagaimana memprediksikan hasil dari suatu proses hukum dan bagaimana masa depan dari kaidah hukum tersebut. Karena itu, agar dapat memprediksikan secara akurat atas hasil dari suatu putusan hukum, seorang advokat haruslah juga mempertimbangkan putusan-putusan hukum pada masa lalu untuk kemudian memprediksi putusan pada masa yang akan datang.
Kaum realist hukum tidak percaya terhadap pendekatan pada hukum yang dilakukan oleh kaurn positivist dan naturalist, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa hakirn hanya menerapkan hukurn yang dibuat oleh pembentuk undang-undang. Bahkan, sebagaimana yang dikemukakan oleh aliran formalisme hukurn bahwa penalaran hukum (legal reasoning) merupakan penalaran yang bersifat syllogism, di mana premis mayor berupa aturan hukurn dan premis minor berupa fakta-fakta yang relevan, sedangkan hasilnya berupa putusan hakim. Menurut ajaran realisme hukum, aliran positivisme maupun allran formalisme sama-sama meremehkan penerapan hukum oleh hakim, di mana menurut golongan ini, peranan hakirn hanya sebatas menerapkan hukum atau paling jauh hanya menafsirkan hukum seperti yang terdapat dalarn aturan perundangundangan. Sebaliknya, menurut aliran realisme hukum, hakim tidak hanya menerapkan atau menafsirkan hukum. Dalarn banyak hal, ketika hakirn memutuskan perkara, hakirn justru membuat hukum.
5.      Diskusi
·         Apa perbedaan yang paling mendasar antara realisme amerika dan realisme skandinavia?
·         Jika memang keduanya berbeda, apakah yang menjadi dasar bagi kedua aliran realisme tersebut berbeda?
·         Apa yang menjadi sumber hukum utama bagi aliran realisme hukum?

Critical Legal Studies merupakan sebuah gerakan yang muncul pada tahun tujuh puluhan di Amerika Serikat. Gerakan ini merupakan kelanjutan dari aliran hukum realisme Amerika yang menginginkan suatu pendekatan yang berbeda dalam memahami hukum, tidak hanya seperti pemahaman selama ini yang bersifat Socratis. Beberapa nama yang menjadi penggerak GSHK adalah Roberto Unger, Duncan Kennedy, Karl Klare, Peter Gabel, Mark Tushnet, Kelman, David trubeck, Horowitz, dan yang lainnya. Critical Legal Studies oleh Ifdhal Kasim diterjemahkan dengan istilah bahasa Indonesia Gerakan Studi Hukum Kritis (GSHK). Istilah yang akan digunakan dalam tulisan ini selanjutnya adalah Gerakan Studi Hukum Kritis disingkat GSHK.
Perbedaan utama antara GSHK dengan pemikiran hukum lain yang tradisional adalah bahwa GSHK menolak pemisahan antara rasionalitas hukum dan perdebatan politik. Tidak ada pembedaan model logika hukum; hukum adalah politik denga baju yang berbeda. Hukum hanya ada dalam suatu ideologi. GSHK menempatkan fungsi pengadilan dalam memahami hukum sebagai perhatian utama.
Walaupun menolak dikatakan sebagai tipe pemikiran Marxis yang membedakan antara suprastruktur dan infrastruktur serta hukum sebagai alat dominasi kaum kapitalis, GSHK mendeklarasikan peran untuk membongkar struktur sosial yang hierarkhis. Struktur sosial merupakan wujud ketidakadilan, dominasi, dan penindasan. Tugas kalangan hukum adalah membawa perubahan cara berpikir hukum dan perubahan masyarakat. Pemikiran ini terinspirasi pemikiran filsafat kritis dari Jurgen Habermas, Emile Durkheim, Karl Mannheim, Herbert Marcuse, Antonio Gramsci, dan lain-lain. Jurgen Habermas, Karl Mannheim, Herbert Marcuse, dan Antonio Gramsci adalah tokoh-tokoh utama mahzab kritis. Filasafat kritis adalah salah satu aliran filasat yang berkembang dengan menggunakan pendekatan kritis terhadap realitas sosial. Aliran ini diilhami oleh pemikiran Hegel dan Karl Marx. Aliran ini berkembang mulai dari Mahzab Frankfurt sampai dengan Post Modernisme.
Pendukung GSHK memahami dan menggunakan pemikiran hukum dan teori-teori sosial secara lebih intensif dibanding kaum realis. Mereka telah banyak menghancurkan segala hal yang berlaku dalam hukum. Namun banyak juga yang mengkritik bahwa hanya sedikit dari pemikir GSHK yang menawarkan model yang konstruktif.
Tulisan ini bertujuan untuk mengenal secara singkat pemikiran-pemikiran dalam GSHK dari berbagai ahli hukum, kelebihan dan kekurangannya, serta konteksnya dengan perkembangan hukum di Indonesia. Sebagai pijakan awal pada bagian pertama, akan diuraikan pemikiran GSHK yang dijelaskan dalam buku Modern Jurisprudence tulisan Hari Chand, disertai dengan beberapa kritikan yang ada dalam buku tersebut. Dikatakan sebagai pijakan awal, karena pada bagian ini juga akan diberikan beberapa penambahan baik secara langsung maupun dalam catatan kaki hal-hal yang terkait dengan pembahasan GSHK dari sumber lain.
Pada bagian kedua akan diuraikan beberapa pemikiran lain dari GSHK yang tidak dibahas dalam buku Modern Jurisprudence. Bagian ketiga, setelah mengetahui pemikiran GSHK, merupakan analisis terhadap keseluruhan Pemikiran GSHK dengan tujuan untuk menemukan kekuatan dan kelemahan dari GSHK, baik pada tataran teoritis maupun dalam pelaksanaannya.
Bagian tersebut akan dirangkaikan dengan penerapan pemikiran GSHK untuk menganalisis hukum di Indonesia. Bagian akhir adalah penutup dari seluruh tulisan ini yang lebih merupakan catatan akhir bagaimana menyikapi GSHK dari pada sebuah kesimpulan sebagaimana lazimnya sebuah tulisan.
Kritik terhadap Teori Hukum Alirah Hukum kritis merupakan kritik dari teori hukum yang menuntut bahwa pendekatan doktrinal itu cacat, dengan prinsip-prinsip abstrak seperti kemerdekaan, kebebasan berkontrak dan hak milik dapat menimbulkan kontradiksi dalam berbagai hal. Mereka menggunakan teknik-teknik sosiologis, antropologis, dan ideologis dalam tatanan hukum. Mereka mencoba melukiskan penekanan antara ide normatif dan struktur sosial. GSHK menunjukan bagaimana hukum memberikan konstribusi terhadap stabilitas dan mengabadikan tatanan sosial yang ada. Duncan Kenedy dalam The Structure of Blackstone’s Commentaries merupakan salah satu contoh bagus dari metode ini yang menggambarkan analisis mendalam tentang bagaimana komentar-komentar tersebut melegitimasikan praktek-praktek sosial yang telah ada di Inggris waktu itu. Dengan jalan ini Kennedy dapat menunjukan bahwa keseluruhan pemikiran hukum modern memberikan sumbangan terhadap stabilitas suatu tatanan sosial.
Sedangkan Unger melihat mainstream aliran hukum dan ekonomi sebagai salah satu aliran utama yang melayani hak politik, aliran hak dan prinsip yang melayani sentralisme. Instrumen utama aliran hukum dan ekonomi adalah penggunaan yang samar-samar atas konsepsi pasar.
CLS adalah salah satu critical jurisprudence atau ilmu hukum, dibawahnya ada critical feminism jurisprudence, critical race jurisprudence dan lain-lain saya tidak akan menjelaskan apa mazhab CLS, apa yang menjadi motion CLS ini. Tapi sebelum itu saya jelaskan konteks lahirnya memberikan semangat progressive. pada awal 60-an banyak terjadi masalah politik ada krisis Vietnam, perang Kuba, ras, dan sebagainya, dunia dalam keadaan perang dingin, sementara itu ilmu hukum tidak dapat memberikan informasi atau analisis terhadap perkembangan yang ada di luar sekolah, realitas yang terjadi disana di Vietnam dan Kuba, masalah tingkat pengangguran, kemiskinan, dskriminasi dsb, itu sulit dipahami oleh ilmu hukum atau jurisprudence. karena di sana dipelajari tentang konsep, metode, penalaran yang tertutup pada realitas sosial. dalam situasi itu ada banyak social movement muncul misalnya bantuan hukum, perlindungan konsumen, gerakan perempuan dan lain-lain, dan akademisi. dari kalangan social movement inilah lahir CLS,  yaitu yang berbasis di lapangan akademik, praktisi hukum yaitu mempersoalkan keterbatasan ilmu hukum yang ada kemudian mereka memperkenalkan pendekatan yang lain.
Tentu saja mereka banyak dipengarahui teori kritis ilmu sosial, pada tahun itu mulai subur di Amerika pengajaran mengenai Marx dan teori kritis yang lain, Hal itulah yang mewarnai mereka dalam melihat fenomena hukum, kalau dulunya mereka melihat dari realisme hukum, itu juga sangat radikal yang mengkritik positivisme, mereka mengambil manfaat realisme itu tapi melampaui apa yang dicapai realsme, pada dasarnya
orang yang berasal dari critical ini sumber pemikiran mereka itu sebenarnya berasal dari american legal realism yang melihat hukum tidak universal tapi terkait dengan apa yang disaksikan dalam masyarakat, atau bagaimana masyarakat memahami itulah hukum, bukan berdasarkan yang dipahami dalam bangku ilmu hukum. bukan silogisme, analog dan sebagainya, tapi yang ada di masyarakat itulah yang diambil oleh CLS dengan melihat lebih jauh lagi, karena itu saya akan masuk orientasi teori CLS.
Pertama, CLS ingin melihat hukum agar hukum dipandang sebagai produk politik, jadi bukan hal yang terpisah dari politik, maka itulah hidden agenda harus dilihat, misalnya penerapan hukum, ajudikasi, bukan hanya menyangkut kemampuan hakim dalam menerapkan hukum berdasarkan logikan silogisme, tetapi hakim juga dipengaruhi oleh struktur politik di mana dia berada. Kita lihat hukum dimasa orde baru, Kedung Omboh, secara obyektif kasus itu ada pengambilan tanah oleh pemerintah, kalau kita baca ilmu hukum dalam bidang pertanahan itu jelas perampasan, kalau kita beragurmentasi secara obyektif berdasarkan logika hukum apa yang dilakukan pemerintah adalah perampasan tanah, tapi jika kita lihat di pengadilan, kita menyaksikan bagaimana hakim menginterpretasikan hukum, dia tidak membaca prinsip hukum yang benar tetapi sudah ditekan oleh struktur politik yang menindas dia, ada policy negara yang harus diselamatkan, maka putusan itu mengalahkan rakyat, jika diuji secara murni rakyat seharusnya menang. Kita harus melihat apa motif suatu produk hukum, putusan hakim dan peraturan perundang-undangan, itu meligitimasi struktur tertentu atau tidak, yang ingin ditanamkan di sini adalah suatu sikap kecurigaan pada produk itu. karena itulah mereka mengatakan bahwa hukum itu tidak netral, tidak bebas nilai, hukum itu senantiasa produk dari pergolakan politik dari kelas-kelas di masyarakat baik yang diuntungkan maupun dirugikan. Kedua, CLS itu mempersoalkan legitimasi, dia ingin menyoal apakah suatu hukum itu legitimate atau tidak?. Dalam positivisme, kita tidak pernah mempertanyakan legitimasi. Misalnya produk TAP MPR, itu diputuskan oleh lembaga yang berkompeten, kita tidak peduli atau tidak mempersoalkan karena memang ia dibuat oleh lembaga yang berkompeten untuk itu. dalam CLS dia mempersoalkan legitmasi badan pembuat UU itu sendiri, di sinilah aspek ideologi dilihat. mereka melihat hukum sebagai suatu ideology yang bisa memelihara sistem. nah itulah yang ingin diungkap oleh CLS,karena itu ada beberapa kasus yang ditunjukkan mereka misalnya peradilan pidana, negara tampil sebagai institusi yg netral, produk persetujuan masyarakat, mereka ada yang mengatur, kekuasaan yang diberikan salah satunya adalah hukum, KUHP itu adalah rumusan tindak pidana, yang merumuskannya adalah masyarakat. misalnya pencurian adalah dihukum, dikriminalisasikan, masyarakat menganggap sesuatu yang dipidana agar bisa menjaga keseimbangan dalam masyarakat, maka ditunjuk negara untuk menerapkan sanksisansinya, menjalankannya.
Seringkali dalam analisis sosial yang liberal, negara adalah sarana untuk bersaing dan untuk merebut kemenangan dengan meminjam tangan negara, negara tidak mempunyai kepentingan, yang punya kepentingan adalah masyarakat, padahal negara juga mempunyai kepentingan, dalam arti negara dalam perkembangannya adalah suatu kelas yang punya kepentingan yang macam-macam, maka ia bisa mendefinisikan apa itu yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat. negara untuk mempertahankan dirinya dari kontrol masyarakat dia kemudian membuat peraturan-peraturan yang kalau masyarakat melakukannya bisa dihukum, misalnya TAP MPR memberikan kewenangan kepada Soeharto untuk menjaga stabilitas pembangunan, itu berarti memberikan kekuasaan yang sangat besar dan legitimate. Itulah yang dibongkar, konstruksi itulah yang dipersoalkan oleh CLS dalam konteks legitimasi. Yang dipersoalkan adalah bagaimana konstruksi itu terjadi sehingga dapat membongkar motifnya apa; yang memberikan proteksi pada diri sendiri bukan pada masyarakat. Ketiga, CLS menampilkan kontradiksi hukum liberal atau hukum positivisme, mereka menunjukkan beberapa doktrin, prinsip, adagium yang sering kita dengar itu adalah suatu kontradiktif yang bohong besar, misalnya doktrin semua orang sama di depan hukum; the rule of law, kebebasan berkontrak, dll. mereka menunjukkan ada konstradiksi dalam doktrin-doktrin atau adagium tadi. Kalau kita mengandaikan seperti itu, maka perlakuan kita pada orang badui atau yang lain itu adalah sama, padahal ada konteks yang berbeda, padahal liberal. misal: di Amerika yang liberal tetapi ada perlakuan diskrimatif pada negro, spanich dan lain-lain.
CLS mengharapkan hukum lebih responsive dalam masyarakat, jadi ada aspek emansipasinya. misalnya kebebeasan berkontrak, itu ada suatu kondisi dimana masing-masing pihak itu equal, tetapi kalau kepentingan itu berbeda, maka itu tidak bisa diterapkan, ada kondisi orang harus menerima apa yang dtawarkan oleh lawannya. makanya tidak ada kebebasan berkontrak. Tiga hal itulah yang dijadikan standar untuk melihat kajian CLS, yang lebih penting adalah kita melihatnya: dia lebih maju dari pada realism jurisprudence, karena ia masuk mempersoalkan itensi masyarakat dalam aplikasi hukum dalam berbagai bentuk, hidden agenda yang ingin ditelusuri. apa motifnya, latar belakangnya, hidden agenda, struktur apa yang dipertahankan.
ALIRAN MAZHAB SEJARAH FILSAFAT HUKUM

Aliran Mazhab sejarah dipelopori Friedrich Carl von Savigny (Volk geist) hukum kebiasaan sumber hukum formal. Hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama sama dengan masyarakat. Pandangannya bertitik tolak bahwa di dunia ini terdapat banyak bangsa dan tiap-tiap bangsa memiliki volksgeist jiwa rakyat. Dia berpendapat hukum semua hukum berasal dari adat-istiadat dan kepercayaan dan bukan berasal dari pembentukan undang undang.
Aliran Frankfurt atau sering dikenal sebagai Mazhab Frankfurt merupakan sekelompok pemikir sosial yang muncul dari lingkungan Institut für Sozialforschung Universitas Frankfurt. Para pemikir sosial Frankfurt ini membuat refleksi sosial kritis mengenai masyarakat pasca-industri dan konsep tentang rasionalitas yang ikut membentuk dan mempengaruhi tindakan masyarakat tersebut. Aliran Frankfurt dipelopori oleh Felix Weil pada tahun 1923. Perkembangan Teori Kritis semakin nyata, ketika aliran Frankfurt dipimpin oleh Max Horkheimer dan mempunyai anggota Friederick Pollock (ahli Ekonomi), Adorno(musikus, sastrawan dan psikolog), H. Marcuse (murid Heidegger yang fenomenolog), Erich Fromm (psikoanalis), Karl August Wittfogel (sinolog), Walter Benjamin (kritikus sastra) dan lainnya.
Mazhab Frankfurt mengumpulkan para pembangkang Marxis, para kritikus keras kapitalisme yang percaya bahwa beberapa orang yang dianggap sebagai pengikut Marx telah membeo, menirukan beberapa cuplikan sempit dari gagasan-gagasan Marx, biasanya dalam membela partai-partai komunis atau Sosial-Demokrat ortodoks. Mereka khususnya dipengaruhi oleh kegagaln revolusi kaum pekerja di Eropa Barat setelah Perang Dunia I dan oleh bangkitnya Nazisme di negara yang secara ekonomi, teknologi, dan budaya maju (Jerman).
Karena itu mereka merasa harus memilih bagian-bagian mana dari pemikiran-pemikiran Marx yang dapat menolong untuk memperjelas kondisi-kondisi yang Marx sendiri tidak pernah lihat. Mereka meminjam dari mazhab-mazhab pemikiran lain yang mengisi apa yang dianggap kurang dari Marx. Max Weber memberikan pengaruh yang besar, seperti halnya juga Sigmund Freud. Penekanan mereka terhadap komponen "Kritis" dari teori sangat banyak meminjam dari upaya mereka untuk mengatasi batas-batas dari positivisme, materialisme yang kasar, dan fenomenologi dengan kembali kepada filsafat kritis Kant dan penerus-penerusnya dalam idealisme Jerman, khususnya filsafat Hegel, dengan penekanannya pada negasi dan kontradiksi sebagai bagian yang inheren dari realitas.
Sebuah pengaruh penting juga dating dari penerbitan Manuskrip Ekonomi-Filsafat dan Ideologi Jerman karya Marx tahun 1930-an yang memperlihatkan kesinambungan dengan Hegelianisme yang mendasari pemikiran-pemikiran Marx: Marcuse adalah salah satu orang yang pertama mengartikulasikan signifikansi teoretis dari teks-teks ini.
 Aliran Hukum Positifisme
Aliran Positifisme menganggap bahwa keduanya hukum dan moral dua hal yang harus
dipisahkan. Dan aliran ini dikenal sadnya dua subaliran yang terkenal yaitu;
a. Aliran hukum positif yang analitis, pendasarnya adalah John Austin.
Ada empat unsure penting menurut Austin dinamakan sebagai hukum;

Ajarannya tidak berkaitan dengan penelitian baik-buruk, sebab penelitian ini berada
di luar bidang hukum.

Kaidah moral secara yuridis tidak penting bagi hukum walaupun diakui ad
pengaruhnya pada masyarakat.

Pandangannya bertentangan baik dengan ajaran hukum alam maupun dengan mazhab
sejarah.

Masalah kedaulatan tak perlu dipersoalkan, sebab dalam ruang lingkup hubungan
politik sosiologi yang dianggap suatu yang hendak ada dalam kenyataan.
Akan tetapi aliran hukum positif pada umumnya kurang atau tidak memberikan tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat. Austin mengemukakan cirri-ciri positivism, adalah sebagi berikut;y
Hukum adalah perintah manusia (command of human being).
Tidak ada hubungan mutlak antar hukum moral dan yang lainnya.
Analitis konsepsi hukum dinilai dari studi historis dan sosiologis.
System hukum adalah merupakan system yang logis, tetap, dan bersifat tertutup dan
di dalamnya terhadap putusan-putusan yang tetap.
b. Aliran hukum positif murni, dipelopori oleh Hans Kelsen. Latar belakan ajaran hukum murni merupakan suatu pemberontakan terhadap ilmu idiologis, yaitu mengembangkan hukum sebagai alat pemerintah dalam negara totaliter. Dan dikatakan murni karena hukum harus bersih dari anasir-anasir yang tidak yuridis yaitu anasir etis, sosiologis, politis, dan sejarah. Maka menurut Hans Kelsen hukum itu berada dalam dunia ³sollen´ dan bukan dalam dunia ³sain´. Sifatnya adalah hipotetis, lahir karena kemauan dan akal manusia.
Ajaran Hans Kelsen mengemukakan Stufenbau des Recht (hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya). Dan John Austin mengemukakan ada dua bentuk hukum, adalah sebagai berikut; Positif law dan Positif morality.

1.      Aliran:
·         Aliran Hukum kodrat/alam
2.      Tanggal:
·         11 September 2010
3.      Rangkuman
Hukum alam sesungguhnya merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori didalamnya. Berbagai anggapan dan pendapat  yang dikelompokkan ke dalam hukum alam bermunculan dari masa ke masa. Mempelajari sejarah hukum alam, maka kita akan mengkaji sejarah manusia yang berjuang untuk menemukan keadilan yang mutlak di dunia ini serta kegagalan-kegagalannya. Pada suatu saat hukum alam muncul dengan kuatnya, pada saat yang lain ia diabaikan, tetapi yang pasti hukum alam tidak pernah mati. Hukum Alam adalah hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dari alam semesta dan dari akal budi manusia, karenanya ia di gambarkan sebagai hukum yang berlaku abadi. Hukum alam dimaknai dalam berbagai arti oleh beberapa kalangan pada masa yang berbeda. Berikut ini akan di paparkan pandangan hukum alam dari Aristoteles, Thomas Aquinas, dan Hugo Grotius;    
Aristoteles;
Aristoteles merupakan pemikir tentang hukum yang petama-tama membedakan antara hukum alam dan hukum positif.
Hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku selalu dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam. Hukum itu tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya. Hukum alam dibedakan dengan hukum positif, yang seluruhnya tergantung dari ketentuan manusia. 
Hukum harus ditaati demi keadilan. Keadilan selain sebagai keutamaan umum (hukum alam)  juga keadilan sebagai keutamaan moral khusus. Keadilan menentukan bagaimana hubungan yang baik antara sesama manusia, yang meliputi keadilan dalam pembagian jabatan dan harta benda publik, keadilan dalam transaksi jual beli, keadilan dalam hukum pidana, keadilan dalam hukum privat.


 Thomas aquinas;
Dalam membahas hukum  Thomas membedakan antara hukum yang berasal dari wahyu dan hukum yang dijangkau akal budi manusia. Hukum yang didapat wahyu disebut  hukum ilahi positif (ius divinum positivum). Hukum yang didapatkan berdasarkan akal budi adalah ‘hukum alam’(ius naturale), hukum bangsa-bangsa(ius gentium), dan hukum positif manusiawi (ius positivum humanum).
Menurut Aquinas hukum alam itu agak umum, dan tidak jelas bagi setiap orang, apa yang sesuai dengan hukum alam itu. Oleh karenanya perlu disusun undang-undang negara yang lebih kongkret mengatur hidup bersama. Inilah hukum posisif. Jika hukum positif bertentangan dengan hukum alam maka hukum alam yang menang dan hukum positif kehilangan kekuatannya. Ini berarti bahwa hukum alam memiliki kekuatan hukum yang sungguh-sungguh. Hukum positif hanya berlaku jika berasal dari hukum alam. Hukum yang tidak adil dan tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang

Hugo grotius;
Grotius adalah penganut humanisme, yang mencari dasar baru bagi hukum alam dalam diri manusia sendiri. Manusia memiliki kemampuan untuk mengerti segala-galanya secara rasional melalui pemikirannya menurut hukum-hukum matematika. Manusia dapat menyusun daftar hukum alam dengan menggunakan prinsip-prinsip a priori yang dapat diterima secara umum. Hukum alam tersebut oleh Grotius dipandang sebagai hukum yang berlaku secara real sama seperti hukum positif.
Hukum alam tetap berlaku, juga seandainya Allah tidak ada. Sebabnya adalah bahwa hukum alam itu termasuk akal budi manusia sebagai bagian dari hakekatnya. Dilain pihak Grotius tetap mengaku, bahwa Allah adalah pencipta alam semesta. Oleh karena itu secara tidak langsung Allah tetap merupakan Fundamen hukum alam. Hak-hak alam yang ada pada manusia adalah;

hak untuk berkuasa atas diri sendiri, yakni hak atas kebebasan.
hak untuk berkuasa atas orang lain
hak untuk berkuasa sebagai majikan
hak untuk berkuasa atas milik dan barang-barang.

Grotius juga memberikan prinsip yang menjadi tiang dari seluruh sistem hukum alam yakni:

      prinsip kupunya dan kau punya. Milik orang lain harus dijaga
      prinsip kesetiaan pada janji
      prinsip ganti rugi
      prinsip perlunya hukuman karena pelanggaran atas hukum alam.

Sebagaimana telah di utarakan di muka, hukum alam ini selalu dapat dikenali sepanjang abad-abad sejarah manusia, oleh karena ia merupakan usaha manusia untuk menemukan hukum dan keadilan yang ideal.

4.      Refleksi
Hukum Alam adalah hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dari alam semesta dan dari akal budi manusia, karenanya ia di gambarkan sebagai hukum yang berlaku abadi. Hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku selalu dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam. Hukum itu tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya. Hukum alam dibedakan dengan hukum positif, yang seluruhnya tergantung dari ketentuan manusia.

5.      Diskusi
·         Bagaimana peran Filsafat Hukum kodrat dalam Pembentukan hukum di Indonesia?
·         Apabila kita berbicara keadilan, apakah aliran hukum kodratkah yang paling adil?


Minggu, 07 November 2010

1.      Topik
·         Aliran Sosiological Jurisprudence
2.      Tanggal perkuliahan
·         6 November 2010
3.      Rangkuman
Aliran Sociological Jurisprudence (Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound). Aliran ini berpokok pada pembedaan antara hukum positif (ius constitutum) dengan hukum yang hidup (living law). Dikatakan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (culture patterns). Menurutnya, pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum.
Sementara itu menurut Pound, hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan sosial, dan tugas dari ilmu hukum untuk memperkembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal.
Selanjutnya Pound menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action) yang dibedakannya dengan hukum yang tertulis. Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hkum substantif maupun hukum ajektif.
Aliran sociological jurisprudence telah meninggalkan pengaruh yang mendalam terutama pada pemikiran hukum di Amerika Serikat, walaupun belum sepenuhnya dapat dinamakan sosiologi hukum, akan tetapi aliran tersebut memperkenalkan teori-teori dan metode-metode sosiologi pada ilmu hukum.
4.      Refleksi
Aliran Sociological Jurisprudence merupakan salah satu mahzab dalam filsafat hukum yang memepelajari hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat.pendasar utama mahzab ini adalah Roscoe Pound dengan konsepnya yang utama Law as a tool of social engineering, yakni hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat.
 Pada aliran Sociological Jurisprudence hukum menjadi sangat akomodatif dan menyerap ekspektasi masyarakat. Bagi Sociological Jurisprudence hukum dikonstruksi dari kebutuhan, keinginan, tuntutan dan harapan dari masyarakat. Jadi yang didahulukan adalah kemanfaatan dari hukum itu sendiri bagi masyarakat, dengan demikian hukum akan menjadi hidup. Aliran sangat mengedepankan kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat. Akan tetapi hal ini berakibat hukum menjadi demikian cair. Kritik yang terbesar yang ditujukan bagi Sociological Jurisprudence adalah dengan pendekatan ini  hukum dapat kehilangan ”taringnya“ dan tidak ajeg. Paradigma ini juga dianggap terlalu mengadaikan suatu masyarakat telah demikian berkembang sampai pada tahap dimana tidak lagi ada ketegangan pada pranata sosial dalam merumuskan tuntutannya, masyarakat dianggap telah mampu menentukan hukumnya sendiri, dan mengecilkan kedaulatan dari penguasa.

5.      Diskusi
·         Sebagaimana kita ketahui menurut aliran ini disebutkan bahwa perkembangan hukum bukanlah apa yang diputuskan oleh legislative maupun eksekutif, tapi ditentukan oleh hukum yang hidup di masyarakat. Lalu apa yang menjadi ukuran bahwa hukum dikatakan sebagai hukum yang hidup?
·         Kelemahan apa saja yang terdapat dalam aliran Sosiologocal jurisprudence dan apa keunggulannya dibandingkan dengan aliran yang lainnya?

Kamis, 30 September 2010

1.      Topik
Ø  Intuisionisme dan Deontologi
2.      Tanggal perkuliahan
Ø  25 September 2010
3.      Rangkuman
A.       Intutionisme
Intuisionisme adalah suatu aliran filsafat yang menganggap adanya satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Tokoh aliran ini diantaranya dalah Henri Bergson dan Edmund Husserl.
Ø  Henri Bergson dengan teori Intuisi sebagai Pandangan hidup
Ia menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Obyek-obyek yang kita tangkap itu adalah obyek yang selalu berubah. Jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu obyek bila ia mengkonsentrasikan dirinya pada obyek itu, jadi dalam hal seperti itu manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak juga dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada obyek.
dengan menyadari keterbatasan indera dan akal seperti diterangkan diatas, bergson membuat suatu kemampuan manusia untuk mengasilkan pengetahuan yang utuh yaitu melalui intuisi. Ini adalah hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan instinct, tetapi berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini memerlukan suatu usaha. Intuisi ini menangkap obyek secara langsung tanpa melalui pemikiran. Jadi, indera dan akal hanya mampu mengahasilkan pengetahuan yang tidak utuh, sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap.
Ø  Edmund Husserl dengan teori Intuisi Fenomenologis
Edmun Husserl (1859-1938) adalah pendiri aliran fenomenologi, ia telah mempengaruhi pemikiran filsafat abad ke 20 ini secara amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu (logos) pengetahuan tentang apa yang tampak (phainomenon). Dengan demikian fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari yang tampak atau apa yang menampakkan diri atau fenomenon. Bagi Husserl fenomena ialah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas itu sendiri yang tampak bagi subjek.

B.                       Deontologi
Teori deontologi sebenarnya sudah ada sejak periode filsafat Yunani Kuno, tetapi baru mulai diberi perhatian setelah diberi penjelasan dan pendasaran logis oleh filsuf Jerman yaitu Immanuel Kant.
kata deon berasal dari Yunani yang artinya kewajiban. Sudah jelas kelihatan bahwa teori deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpasak pada konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontologi melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. Berbeda dengan utilitarisme yang mempertimbangkan hasilnya lalu dilakukan perbuatannya.


4.      Refleksi
Intuisi/Naluri itu sendiri berbeda dengan insting. Insting itu tidak dapat bekembang, sedangkan intuisi dapat dikembangkan melalui pengalaman – pengalaman yang dilaluinya. Intuisi juga tidak diperlukan suatu langkah – langkah terlebih dahulu atau dengan kata lain terprogram. Jika kita melihat hal ini, memang benar bahwa adakalnya kita tidak memahami suatu objek secara utuh karena keadaan objek yang selalu berubah. Berangkat dari hal itulah intuisi digunakan untuk memberikan pengetahuan secara utuh menyeluruh.
Aliran Intutionisme Fenomenologi yang dikemukakan oleh Edmund Husserl mempelajari tentang sesuatu yang tampak (nyata) lalu dicarilah hakikat mengenai sesuatu tersebut.
Dalam etika deontology yang dilihat adalah perbuatan nya bukan akibatnya. Misalnya menghina adalah perbuatan yang buruk tanpa kita harus menunggu akibatnya terlebih dahulu. Dalam etika deontology ini kita melakukan sesuatu sebagai kewajiban moral atau keharusan, jadi segala sesuatu harus dilakukan dengan kesadarn sendiri

5.      Diskusi
·         Apa kriteria kewajiban menurut deontologis?
·         Jika seseorang dieksekusi karena telah melakukan pembunuhan, apakah tetap dianggap sesuatu yang buruk menurut deontologist?
·         Adakah relasi mengenai hal yang esensial antara Intuisi dan fenomenologi?